KPBU merupakan istilah yang digunakan untuk Public-Private Partnership (PPP) dalam konteks Indonesia.
Berdasarkan Perpres No 38 Tahun 2015, “Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha yang selanjutnya disebut sebagai KPBU adalah
(i)kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum
(ii)dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/ Kepala Lembaga/ Kepala Daerah/ Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah
(iii)yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha (iv)dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak”.
Stakeholder Utama KPBU:
1. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama yang selanjutnya disingkat PJPK adalah Menteri/ Kepala Lembaga/ Kepala Daerah, atau Direksi BUMN/D sebagai penyedia atau penyelenggara infrastruktur berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2. Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas, badan hukum asing, atau koperasi.
Pada proyek mana KPBU dapat diterapkan?
KPBU dapat diterapkan pada semua proyek, baik yang merupakan kewenangan daerah, gabungan beberapa daerah (regional), maupun nasional.
Secara regulasi tidak ada batas minimum nilai investasi proyek, tetapi sebaiknya tidak kurang dari Rp200 Milyar, atas pertimbangan aspek economies of scale yaitu sumber daya yang dikeluarkan pada tahapan-tahapan KPBU untuk proyek bernilai investasi rendah maupun tinggi akan sama besarnya.
Mengapa Menggunakan SKEMA KPBU?
Mencukupi kebutuhan pendanaan melalui pengerahan dana swasta dan meringankan ketergantungan terhadap APBN/D, seperti dijelaskan pada kerangka pendanaan berikut:
Dalam rangka meningkatkan stok infrastruktur dari 43% GDP (pada 2017) menjadi 50% GDP (pada 2024), Indonesia membutuhkan investasi infrastruktur Rp6.445 Triliun. Nilai investasi tersebut meningkat 34,3% dari Rp4.796 Triliun (USD319.7 Milyar) pada 2015-2019.
Mewujudkan penyediaan infrastruktur yang berkualitas, efektif, dan efisien melalui pendekatan Whole-Life Cycle untuk memastikan tersedianya layanan selama masa kerja sama.
Tidak seperti skema Pengadaan Barang/Jasa konvensional (APBD) yang penganggaran dan kontraktualnya dibagi dalam beberapa kegiatan, seperti: desain, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan; pada skema KPBU kegiatan-kegiatan tersebut sudah tercantum dalam satu (1) kontrak.
Menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan Badan Usaha.
Dengan adanya alokasi risiko(3) pada pemerintah (pengadaan lahan) dan Badan Usaha (konstruksi, operasi, dan pemeliharaan), KPBU dapat menjadi pintu masuk investasi swasta dalam penyediaan layanan publik.
Memberikan kepastian pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana.
Pola pikir yang harus diingat tentang KPBU adalah bahwa penyediaan infrastruktur merupakan kewajiban pemerintah, yang dibantu swasta dalam bentuk investasi.
Pengembalian investasi dapat memiliki kepastian untuk proyek yang pada Dokumen Studi Kelayakannya dinyatakan layak secara ekonomi dan layak secara finansial.
Proyek yang semula hanya layak secara ekonomi tetapi tidak layak secara finansial, dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan dukungan pemerintah(5) sehingga menjadi layak secara finansial.
Bagaimana skema pengembalian investasi KPBU?
Pembayaran dalam bentuk tarif oleh pengguna
Pada skema tarif, Badan Usaha Pelaksana mendapatkan pengembalian investasi secara langsung dari masyarakat pengguna layanan infrastruktur. Semisal infrastruktur jalan tol yang masyarakat membayarkan tarif tol atas layanan yang digunakan setelah Badan Usaha membangun, mengoperasikan, dan memelihara selama masa kerjasama. Besaran tarif ditetapkan oleh pemerintah, dan dimungkinkan adanya penyesuaian. Hal yang perlu dipastikan adalah tersedianya permintaan (demand) dari pengguna proyek.
Pembayaran ketersediaan layanan oleh PJPK
Pembayaran ketersediaan layanan (availability payment/AP) merupakan pengembalian investasi yang dananya bersumber dari anggaran pemerintah (APBN atau APBD). Skema ini sesuai untuk jenis infrastruktur yang memiliki sedikit atau tidak ada pendapatan, semisal sektor kesehatan (subsektor: rumah sakit), pemasyarakatan, konservasi energi (subsektor: penerangan jalan umum), dan lain-lain. Pembayaran dilakukan secara berkala oleh PJPK kepada BUP atas tersedianyan layanan sesuai kriteria (kuantitas dan/atau kualitas) sebagaimana ditentukan pada perjanjian kerjasama, yang jika tidak dipenuhi dapat dikenakan penalti. Hal yang perlu diperhatikan terkait kapasitas fiskal PJPK.
Bentuk lain sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
Pengembalian investasi bentuk lain dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan pengembalian investasi availability payment untuk sektor-sektor infrastruktur yang secara bawaan tidak bisa didapatkan penghasilan (revenue). Salah satu bentuk lain pengembalian investasi adalah penyatuan (bundling) aspek infrastruktur umum dengan aspek komersial, semisal proyek KPBU sektor perkeretapian yang disatukan dengan pembangunan kawasan properti. Sebagai contoh yang tidak bisa diimplementasikan adalah infrastruktur penerangan jalan umum yang pada tiang-tiangnya ditambatkan reklame iklan. Gagasan tersebut tidak dapat dilakukan karena terdapat regulasi yang melarang pemasangan reklame iklan pada tiang PJU berkaitan dengan keamanan pengguna jalan.
Kapan Badan Usaha dapat mulai menerima pengembalian investasi? Badan Usaha dapat mulai menerima pengembalian investasi setelah commercial operation date (COD). Ketentuan/persyaratan teknis terkait hal tersebut dapat dicantumkan dalam perjanjian kerjasama.
Bagaimana KPBU berbeda dengan Pengadaan Barang/Jasa dan Privatisasi dalam penyediaan infrastruktur?